...

Selasa, 14 Februari 2017.
Valentine's Day. 

SIALAN! AN**R! DAMN! Kalian membuatku menangis kemarin! 😢
Ini adalah pertama kalinya setelah 5 bulan berada di Italia, dimana aku bisa tertawa lepas, bernyanyi dengan penuh penjiwaan, tersenyum selebar-lebarnya, menceritakan keluh kisahku dengan bebas, meskipun diakhiri dengan air mata antara sedih dan sayang. 
Momen kemarin merupakan momen terindah selama hidupku (sejauh ini, hmm.. baiklah, kita harus ketemuan SEMUA, tapi aku belum tahu bagaimana caranya) yang tidak akan kulupakan selama-lamanya. 
Awalnya, kukira ini akan menjadi sebuah perjalanan seperti pada umumnya, melihat dan melakukan hal-hal menarik di sebuah kota yang indah. 
Namun, aku salah. Nyatanya, hal yang paling indah adalah bisa bertemu dan berkumpul bersama selama hampir 5 hari, dimana aku bisa mengenal kalian lebih baik. 
Ada seseorang yang terlalu memerhatikan penampilannya, gayanya, dan style pakaiannya (ambisinya adalah menjadi 'diva' yang lebih baik dari anak AFS tahun lalu, uhhuukk @pa****r).
Ada seseorang yang kerjaannya selalu tidur (di kereta ataupun di mobil, @ji********a).
Ada seseorang yang sedang jatuh cinta tetapi memiliki masalah jarak antara satu sama lain (@a**********_), 
Ada seseorang yang memperlihatkan ke kami sebuah hadiah ulang tahun ke-18-nya (membuat kamu tersentuh, @m_**************)
Ada seseorang yang sedang berusaha menjaga hubungannya dengan tambatan hati-nya meskipun jauh disana (@p*******s)
dan terakhir, ada aku seorang pelawak yang selalu melontarkan gurauan dan membuat semuanya tertawa. 
Aku bersumpah bahwa aku bukan orang yang pandai membuat kata-kata romantis nan indah. 
Tetapi, aku bersumpah bahwa aku sayang sekali dengan kalian. 
Kalian...

Adalah kado terbaikku di hari Valentine ini. 

-- Ditulis oleh Setyawan Putra Sujana
Bari, 14 Februari 2017
(Diterjemahkan dari Bahasa Italia).

......................................................................................

Terbangun sedikit telat dari hari-hari sebelumnya. Maklum saja, malam sebelumnya kami baru memejamkan mata jam 3 dini hari. Raut lelah dan sedih tercetak di wajah kami. Ini bukanlah hari yang kami nantikan. Bagaimana tidak, ini hari dimana mayoritas dari kami akan berpisah, balik ke kotanya masing-masing. Yaa.. begitulah. Setiap ada pertemuan, selalu ada perpisahan. Setiap awalan, ditutup dengan akhiran.

Setelah membereskan kamar, mengepak koper, kami semua turun ke ruang makan untuk sarapan bareng (terakhir kalinya). Tidak seperti hari-hari sebelumnya, sarapan kali ini didominasi keheningan. Aku lihat wajah temanku satu per satu. Mata menerawang ke suatu tempat, kepala menunduk, mulut tetap mengunyah. Yaaa.. meskipun belum di bandara, aku tidak bisa dibohongi oleh perasaanku sendiri, dan aku yakin perasaan mereka pun sama, bahwa tidak ada yang mau berpisah. 

Agnese pun sempat beberapa kali menghibur dengan mengajak kami berbicara. Tetap saja, kami merespon secukupnya. Setelah sarapan, Agnese ke beranjak ke kamarnya untuk mempersiapkan diri, sedangkan kami membereskan meja.

Tak ingin berlarut-larut dalam suasana sedih, kuajak mereka bernyanyi. Cukuplah membuat pagi itu nampak lebih ceria. 

......................................................................................
Jarum jam menunjukkan pukul 10 pagi. Koper siap. Mobil siap. Tiket dan paspor siap. Agnese dan Sara (host sister) akan mengantar kami ke bandara dengan 2 mobil. Aku, Arifi dan Sara berada dalam satu mobil, sedangkan Agnese, Rana, Cila, Putra dan Salsa berada di mobil lain. Perjalanan dari rumah ke Bandaa Treviso memakan waktu sekitar 30 menit. Tak ada macet, perjalanan lancar tanpa kendala. 

Sesampainya di bandara, Sara memarkirkan mobilnya di salah satu sudut yang tidak jauh dari pintu keluar-masuk terminal. Kami bertiga kemudian naik ke lantai 2, tempat keberangkatan dan bertemu dengan Agnese serta teman-teman lain yang sudah tiba sebelum kami. Kami juga bertemu tamu-tamu volunteer dari Lecce yang kebetulan juga akan balik ke Lecce. Putra, Salsa dan volunteer dari Lecce akan pulang dengan pesawat RyanAir FR8705 jam 12.45 siang, sedangkan Cila menuju Catania yang berangkat beberapa menit sebelum lainnya. 

Aku teringat sebuah momen 5 hari sebelumnya di depan stasiun Treviso. Kami membentuk sebuah lingkaran kecil dan merangkul satu sama lain. Kemudian berdoa bersama demi kelancaran perjalanan kami. Maka kali ini, kukumpulkan lagi semua teman-teman Srudits, saling bermaaf-maafan dan ditutup dengan doa demi kelancaran sisa program kita 5 bulan kedepan. Momen inilah yang kemudian membuat Putra tak kuasa menahan air matanya. 

Seorang Putra yang sedari awal selalu melemparkan lelucon.. yang kadang garing.. krenyes-krenyes. 
Seorang Putra yang sedari awal selalu nampak cool dengan senyuman lebarnya. 
Seorang Putra yang akhirnya tak kuasa menahan sedih dan haru di hari itu. 

Kami memeluk satu sama lain dan mengucapkan 'bye-bye'

.... So kiss me and smile for me
Tell me that you’ll wait for me
Hold me like you’ll never let me go
Cause I’m leavin on a jetplane
Don’t know when I’ll be back again
Oh babe, I hate to go…

Last Photo di Departure Area Bandara Treviso

Agnese memberikan kode ke Arifi untuk segera bergegas. Agnese, aku dan Arifi masih harus mengantarkan Rana ke stasiun untuk mengejar kereta tujuan Brescia. Aku sendiri, bagaimana?

Pada hari Selasa, tidak ada penerbangan langsung Treviso menuju Cagliari. Adanya hari Senin atau Rabu. Setelah bernegosiasi, Agnese memberikanku izin untuk tinggal sehari lagi di rumahnya dan pulang pada hari Rabu tanggal 15 Februari. Maka dari itu, hari ini, aku dan Arifi (tinggal kami berdua), punya waktu untuk menjelajahi satu kota lagi, dan kota yang akan kami singgahi adalah Vicenza. 

Agnese mengantarkan kami ke stasiun Castelfranco. Dari sini, aku, Arifi dan Rana akan mengambil kereta yang sama menuju Vicenza. Perjalanan ke Vicenza ditempuh kurang lebih selama 40 menit menggunakan kereta regional biasa dengan nomor 5672. Kami tiba di peron 1 Giardino Stasiun Vicenza sekitar jam 12.45. Aku dan Arifi kemudian mengantarkan Rana ke peron nomor 3, menuju kereta yang akan membawanya ke Brescia hanya berselang 10-15 menit. 
We-fie di Peron 3 Stasiun Vicenza

Setelah keretanya menghilang dari pandangan, aku dan Arifi mencari tempat makan. Kami pun tertarik untuk makan di salah satu restoran jepang di kota Vicenza, Ristorante Sakura (Via Carlo Cattaneo, 55). Sistemnya sama seperti Areku Sushi Treviso, all you can eat. 

Perut kenyang, barulah kami bisa fokus menjelajahi kota Vicenza. Kota Vicenza memiliki tata kota yang mirip dengan Padova, layaknya sebuah kota pelajar. Taman-taman kota yang luas, gedung-gedung klasik, pedestrian yang terawat, sungai/kanal yang bersih. Sistem transportasi disini didominasi oleh bus-bus kota dan sepeda. 

Dari restoran tersebut, tujuan pertama kami adalah mengunjungi Teatro Olimpico. Kami berjalan kaki sekitar 1,4km menyusuri jalan besar Viale Giuseppe Mazzini, hingga jalan yang lebih kecil, Corso Andrea Palladio. 

Teatro Olimpico adalah sebuah teater indoor yang dibangun pada tahun 1580 oleh seorang arsitek terkenal asal wilayah Veneto, Andrea Palladio. Sayangnya, Teatro Olimpico belum selesai sampai Andrea meninggal. Dengan begini, Teatro Olimpico merupakan karya terakhir semasa hidupnya. 

Memasuki Teatro Olimpico yang berada di ujung jalan Corso Andrea Palladio, terdapat sebuah gedung tinggi dari bebatuan. Di luarnya terdapat sebuah halaman dan juga deretan patung-patung batu. Halaman ini adalah satu-satunya jalan menuju pintu masuk Teatro Olimpico. 




Sebelumnya, aku pergi dulu membeli tiket di ticket booth yang terletak di luar taman. Tiket masuk Teatro Olimpico sebesar 10 Euro untuk tarif biasa, 8 Euro untuk tarif pelajar, dan gratis untuk siapapun dibawah usia 18 tahun. Arifi yang masih dibawah 18 tahun saat itu pun akhirnya masuk tanpa bayar, sedangkan aku merelakan 8 Euro demi sebuah karcis. 


Panggung di Teatro Olimpico

Ornamen-ornamen di belakang tribun Teatro Olimpico
Tak lama dari Teatro Olimpico, kami keluar dan melanjutkan perjalanan menyusuri Corso Andrea Palladio. Jalan ini merupakan satu jalan kecil khusus pejalan kaki dengan panjang 750 meter yang kiri kananya dipenuhi dengan toko-toko tempat belanja. Aku menemani Arifi mencari sesuatu untuk diberikan ke Sara sebagai kado ulang tahun yang jatuh pada hari esoknya. Melihat H&M, aku mampir sebentar dan membeli sebuah topi baru. 


Perjalanan pun dilanjutkan ke sebuah toko buku. Disitu, aku membeli sebuah cangkir kopi kecil dengan desain yang menarik. Harganya 10 Euro untuk 1 pak isi 2 cangkir yang akan kuberikan atas nama Srudits sebagai kado untuk Sara. Tak lama, kami mampir ke toko Tiger yang letaknya tak jauh dari situ. Toko Tiger merupakan toko serba ada (toserba) dengan harga miring, seperti One Yen Shop, Daiso, dll. 

Dari Toko Tiger, kami memutuskan untuk duduk-duduk di Taman Giardino Salvi sambil menunggu waktu kereta yang akan membawa kami kembali ke Castelfranco. Jujur saja, aku dan arifi sama-sama merasa 'kehilangan' dan seketika itu juga, tidak ada niat dan kegembiraan yang sama untuk mengeksplorasi kota Vicenza. Tanpa Srudits, terasa garing. 
Giardino Salvi
Akhirnya kami pun pulang.
Foto terakhir Jalan menuju Stasiun
1 malam berganti. 

Rabu, 15 Februari: Arifi sekolah, aku diantar Agnese ke bandara untuk pulang kembali ke Sardegna. 
Bandara Treviso

............................................................

Ditulis dengan semangat yang berbeda ketimbang post-post sebelumnya.

Comments

Popular Post