Mencari Juliet

Senin 13 Februari 2017. 
H-1 Valentine's Day. 

Hari ini, aku dan teman-teman lain akan mengunjungi Verona. Setelah semalam pulang sedikit larut dari Rumah Dario, pagi ini kami diberikan waktu untuk tidur sedikit lebih lama dan tidak perlu buru-buru mengejar kereta ke Verona. Agnese dengan baik hati berjanji akan mengendarai kendaraannya ke Verona, jaraknya kurang lebih 115km ke arah Barat dari Montebelluna. 

Setelah sarapan, kami pun siap berangkat. Rana, dari Brescia, pun juga sudah mengepak kopernya karena sore hari akan balik ke Brescia. Fiat putih SUV melaju diatas aspal hitam basah yang dilanda hujan semalam sebelumnya. Cuaca pagi itu kurang bersahabat. Hujan ringan dan langit kelabu menemani perjalanan 1,5 jam kami. Di tengah perjalanan, kami berhenti sejenak di rest area untuk sekedar peepee dan membeli cemilan. Aku yang saat itu sudah mulai merasakan gejala radang tenggorokan pun memilih untuk membeli sebotol air mineral. 

Dari rest area, hanya perlu 30 menit lagi sebelum sampai di Kota Verona. Memasuki kota, kami melihat gedung-gedung klasik yang berlantai-lantai, dan dari jauh terlihat sebuah 'gerbang kota' yang disebut sebagai Porta Nuova. Mobil melaju sekitar 700 meter lagi di jalan Corso Porta Nuova menuju salah satu basement parkiran umum di Piazza Cittadela. Mobil diparkir di situ dan kami berjalan sekitar 300 meter ke pusat kota.

Merah.
Mawar membentuk hati di depan Arena Verona
Merah mawar dan warna hati menjadi dekorasi Piazza Bra dan sekitarnya. Verona telah lama dikenal menjadi City of Romance atau Kota Cinta. Sebenarnya, Verona disebut demikian hanya karena William Shakespeare memilih Kota Verona sebagai latar salah satu karya terkenalnya, Romeo dan Juliet. Yups. Romeo dan Juliet merupakan salah satu karya sastra yang paling terkenal di dunia, mengisahkan kisah cinta antara 2 insan yang memiliki latar belakang keluarga berbeda, mengorbankan segala resiko yang ada sekalipun itu nyawa, hanya demi bisa tetap mencintai satu sama lain. A tragic comedy. Dan, berhubung hari itu adalah H-1 sebelum Hari Santo Valentino / Valentine's Day, maka tentu saja ada ornamen-ornamen khusus yang akan menghiasi kota tersebut.

Piazza Bra adalah salah satu piazza terbesar dan terpenting di Verona. Di dalam satu kompleks yang sama, terdapat sebuah ampiteater oval besar, serupa dengan Colloseum di Roma, bernama Arena Verona. Ampiteater yang dibangun pada tahun 30 Masehi ini hingga sekarang masih aktif digunakan sebagai destinasi wisata dan juga tempat konser opera dan musik lainnya. Namun, ketika kami tiba, Arena Verona masih tutup dan akan buka kembali setelah jam makan siang. Akhirnya, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menyusuri salah satu jalan (gang) terkenal, Via Giuseppe Mazzini.

Jalan ini memiliki lebar kurang lebih 2,5 meter dan diapit oleh 2 deretan bangunan klasik. Bangunan tersebut saat ini dipakai sebagai toko-toko brand lokal hingga internasional, dan juga kafe-kafe/bar/restoran. Memasuki jalan ini, ibu-ibu yang doyan belanja harus menahan nafsu dari godaan manekin-manekin dengan pakaian modis yang dipampang di Louis Vuitton, Intimissimi, Douglas, L'Occitane, Kiehl's, Sephora, Finko, Swarovski, atau Furla. Bapak-bapak dompet tebal, sambil menunggu istrinya bisa mampir ke Dev, TOD's, dan toko lainnya.
Via Giuseppe Mazzini
Via Giuseppe Mazzini berujung pada 'tusuk sate' jalan Via Capello. Ke kanan, menuju Casa di Giuletta, sedangkan ke kiri menuju Piazza delle Erbe.  Agnese berbelok ke kanan, dan kami pun mengekor. Hanya beberapa belas meter dari tusuk sate tadi, terlihat kerumunan orang di depan sebuah gedung. 'Ini pasti rumah Juliet.', pikirku.

Benar saja. Memasuki sebuah bangunan, di bagian depannya terdapat terowongan kecil yang kiri kanan dindingnya dipenuhi tanda tangan dan tulisan pendek para pengunjung. Kebanyakan dari mereka menulis nama mereka sendiri dan orang yang mereka cintai. Entahlah alasannya apa, tapi.. memang seperti itu 'tradisinya'.
Dinding hitam di kiri dan kanan penuh dengan tulisan wisatawan
Bagian belakang tempat tersebut terdapat sebuah halaman kecil berbentuk persegi. Halaman ini menjadi penengah antara 2 objek wisata. Sebelah kiri terdapat toko souvenir yang menjual berbagai macam cinderamata Verona dan House of Juliet, sementara bangunan sebelah kiri merupakan akses masuk ke Balkon Juliet. Balkon Rumah Juliet merupakan salah satu dari hal yang paling menonjol di tempat ini, maklum saja, balkon ini masuk dalam karya William Shakespeare.
Balkon Juliet
Selain balkon rumah tersebut, ada pula patung Juliet berwarna perunggu (atau emas, entahlah), yang terletak di salah satu sudut halaman. Juliet mengenakan sehelai kain yang menutupi tubuhnya. Tangan kirinya memegang dada sebelah kiri dan wajahnya menunduk kebawah, menggambarkan kondisi Juliet yang dirundung dilema. Mitosnya adalah, bagi siapapun yang mengusap dada Juliet sebelah kanan ketika berada di Kota Verona, maka keberuntungan orang tersebut akan hal asmara akan segera terbukti. Yaa, sekali lagi itu hanya mitos. Ada yang mempercayai, ada pula yang tidak. Tapi.. berhubung sudah sampai sana, kenapa enggak ikutan meramaikan suasana dipagi hari yang kelabu? .. ehehe
18+
Setelah mengambil sejumlah foto di Rumah Juliet, dan berbelanja beberapa souvenir, kami melanjutkan perjalanan ke arah Piazza delle Erbe. Di dekat situ, terdapat sebuah gedung tinggi (layaknya disebut Menara), bernama Torre dei Lamberti. Menara ini menyatu dengan bangunan Palazzo del Mercato Vecchio. Torre dei Lamberti ini merupakan menara yang dibangun tahun 1172 oleh keluarga Lamberti dengan ketinggian mencapai 84m. Kami membayar uang sebesar 1 Euro untuk bisa naik hingga puncak menara demi melihat pemandangan kota Verona. Tariff normalnya sebesar 8 Euro, untuk beberapa hal akan diberikan diskon menjadi 5 Euro, tapi untuk para siswa diberikan potongan lebih besar lagi.
We-fie dengan Agnese di puncak Torre dei Lamberti
Jika pada hari-hari sebelumnya, kami menyanyikan beberapa lagu, misal Asmara Nusantara, maka theme song dari perjalanan kami ke Verona hari itu juga sesuai dengan suasana Valentine's Day: L.O.V.E dari Nat King Cole. Maka di beberapa kesempatan, kami menyanyikan lagu tersebut bersama-sama.

Palazzo del Mercato Vecchio ini berada bersebelahan dengan Piazza dei Signori. Nah, Piazza dei Signori ini merupakan piazza/alun-alun kecil yang akan menjadi pusat acara peringatan Saint Valentine's Day. Di tengah piazza terdapat bentuk hati berwarna merah besar dikelilingi oleh pedagang-pedagang PKL yang menjajakan barang dagangannya, salah satunya adalah strawberry yang dilumuri coklat fondue. Kami pun membeli segelas buah strawberry segar yang dilumuri lelehan coklat fondue dan ditutup oleh whiping cream putih menggoda. 1 porsi dibandrol harga 4,5 Euro. Kami memesan 2 gelas, masing-masing untuk geng cowok dan geng cewek.
Piazza dei Signori
Merahnya Strawberry
Sambil menikmati asam-manis dari perpaduan strawberry dan chocolate fondue, Agnese mengajak kami menyusuri jalan Via Santa Maria, melewati makam Arche Scaligere dan Museo Conte berujung pada riverside Lungadige Tullio Donatelli. Baywalk ini merupakan pinggiran Sungai Adige. Kami masih terus berjalan menuju sisi lain di seberang sungai dengan melintasi Ponte Pietra, atau jembatan Pietra. Jembatan ini adalah salah satu jembatan khusus pejalan kaki terbesar di Verona yang cukup terkenal.
Para Bujang mencari Juliet
Salsa di Lungadige Tullio Donatelli
Menunggu Juliet lewat
Tak jauh dari ujung jembatan, terdapat jalan yang menanjak ke arah sebuah bukit. Arifi yang kali ini memandu kami menuju Punto Panoramico Castel S. Pietro. Di atas bukit ini, terdapat sebuah benteng Romawi kuno yang menawarkan pemandangan kota Verona 180 derajat. Mendaki puluhan hingga ratusan anak tangga, udara dingin, dan kaki yang sudah dipakai berjalan belasan kilometer. Sesampainya diatas, lelah kami dibayar dengan pemandangan yang mempesona. Sayang, akan jauh lebih indah jika langit bersih tanpa awan kelabu.
We-fie di atas Ponte Pietra
We-fie di Punto Panoramico Castel S. Pietro 
Setelah puas duduk-duduk dan kongkow sebentar, kami turun kembali dan menyusuri pinggiran sungai. Sambil turun, aku sempat melontarkan rasa sedih karena Rana harus kembali sore hari nanti. Namun.. Rana mengatakan bahwa tak ada yang bisa dilakukan. Kami hanya bisa menghela napas panjang.

Agnese membawa kami ke salah satu tourist destination lain: Castelvecchio. Berjalan kaki 1,5km lagi dan perut kami menjadi lapar. Tidak jauh lagi, kami akan sampai di tempat tujuan, tetapi ada satu hal yang menghentikan kami. Sebuah toko kecil berwarna hijau, diatasnya terpampang tulisan: Subway. Yups. Restoran franchise yang berasal dari Amerika, tipe fast food yang menjual sandwhich dan salad. Kami memutuskan untuk makan siang disitu.

Aku memesan roti sandwhich berukuran 30cm diisi ayam teriyaki, acar, keju cheddar, selada segar dan timun, dilumuri saus mayonnaise dan mustard, ditambah potongan alpukat. Totalnya 7 Euro. Sangat dan amat mengenyangkan.
Makan siang kami
Setelah selesai, kami hanya 'pindah' tempat ke sebelah, yaitu Castelvecchio. Castelvecchio adalah benteng militer yang sangat penting di abas pertengahan, dibangun oleh Kekaisaran Scaliger. Letaknya dipinggir sungai Adige. Dinding-dinding batu bata tebal menyambung dengan jembatan Ponte di Castelvecchio. Jembatan ini merupakan jembatan yang menghubungkan Castelvecchio dan daratan di seberang sungai Adige. Di tengah jembatan, seorang bapak tua duduk di kursi seorang diri memainkan sebuah melodeon. Jari-jemarinya memencet tuts-tuts hitam putih sembari kedua tangannya memompa Melodeon tersebut. Terciptalah sebuah alunan musik klasik yang indah berpacu dengan suara arus sungai. Kami sempat menghentikan langkah untuk menikmati musik tersebut, sebelum akhirnya kembali ke arah Piazza Bra.
Arifi di atas Ponte Castelvecchio
Di tengah perjalanan ke Piazza Bra, kami singgah sebentar di depan sebuah gereja. Cila melepas sepatunya dan membersihkan luka di kaki akibat lecet gesekkan sepatu. Sementara itu, Agnese 'menghilang'. Namun, tiba-tiba Agnese kembali dengan telepon seluler yang ia genggam di dekat telinga. Ia sedang berbicara kepada seseorang. Ia sedang berbicara ke host mom Rana. Tak lama kemudian, ia menutup telpon. Menatap kami yang sedari tadi menatapnya penuh harap. Ia mengatakan: "Stai qui." Dan kami langsung memeluknya. Agnese baru saja 'bernegosiasi' dengan host mom Rana dan meminta izin jika Rana diperbolehkan mengundur kepulangannya menjadi Selasa. Ini artinya, ada satu malam lagi sebelum kami resmi berpisah.

---

Kami tiba di Piazza Bra, dan Arena Verona ternyata sudah buka kembali. Agnese mentraktir kami tiket masuk. Kemegahan Arena Verona tak kalah dengan kemegahan di Collosseum Roma. Meski tak sama besarnya, tetapi ampiteater raksasa dengan kapasitas mencapai 15.000 orang memiliki daya tarik tersendiri. Di tengah ampiteater, terdapat lapangan luas yang biasanya dipakai sebagai tempat gladiator zaman dahulu atau panggung pertunjukkan pada opera-opera masa kini. Di lapangan tersebut, aku membuat goresan huruf-huruf yang menyusun kata "Srudits" berukuran besar, setelah itu aku bergabung dengan teman-teman lain yang sudah menunggu di salah satu balkon di atas tribun untuk berswafoto. Hasilnya... seperti dibawah ini.

Dari Arena Verona, kami jalan-jalan sebentar di dekat situ. Putra membeli magnet kulkas, begitupun juga Salsa. Agnese bertanya apakah kami ingin melihat tempat lain atau tidak. Aku pribadi masih belum rela meninggalkan kota romantis ini, tapi aku tidak mau memaksakan tubuhku yang sudah letih selama 3 hari terakhir. Alhasil, kami sepakat untuk pulang ke Montebelluna.
Putra di depan Arena Verona
Aku, Putra, Arifi, Salsa dan tukang tidur makassar: si Cila, terlelap selama perjalanan. Sementara, Rana yang duduk di kursi depan menemani Agnese tetap terbangun dan menggunakan kesempatan tersebut dan memotret foto aib kami saat sedang tidur. -_-.

---
Kami tiba di rumah sekitar jam 6 sore, menggunakan waktu tersebut untuk mandi dan istirahat sebentar sebelum jam makan malam. Malam ini merupakan malam terakhir bagi Putra, Salsa dan Cila, juga tamu-tamu volunteer dari Chapter Lecce. Agnese dan suaminya mengundang makan malam di rumah. Menu malam ini adalah daging yang dimasak dengan sejumlah bumbu-bumbu, kemudian kacang polong, nasi, dan beberapa lauk lainnya.

Setelah makan malam, kami pun bermain sebentar di aula kosong. Bersenandung ria, cerita-cerita, dan lain sebagainya hingga pukul tengah malam. Berhubung aula kosong itu terletak berdempatan dengan kamar sementara Agnese dan suaminya, kami tidak mau berlama-lama berada di sana. Kami tahu bahwa Agnese pasti lelah mengantar kami ke Verona sedangkan Renato, suaminya, bekerja sepanjang hari. Kami pun pamit ke kamar dan melanjutkan pembicaraan kami hingga pukul 3 dini hari.
Gossip tengah malam

Comments

Popular Post