London 2: From East to West

HIMBAUAN: Postingan ini adalah lanjutan postingan sebelumnya.  
Postingan sebelumnya bisa dibaca disini
Selamat membaca!
--------------------------
©lahakukudupiye

Pagi hari selanjutnya, kami hendak sowan ke rumah Ratu Elizabeth, namun sayang seorang bapak berseragam merah dan bertopi hitam berbulu tidak memberikan kami masuk. Stasiun metro terdekat dari Buckingham Palace adalah Green Park Station, itupun kami harus berjalan sekitar 800 meter menuju istana cantik ini. 
©lahakukudupiye
Dari kiri depan-belakang: Prof. Antonio Casula, Chiara Marcomini, Cristiana Concu, Francesca Orru,
Kanan belakang-depan: Giorgia Pippia, Andrea Marras, aye
©lahakukudupiye
Selfie dengan Mirko, latar belakang Buckingham Palace
DI beberapa video youtube terdapat pertunjukkan-pertunjukkan pergantian pasukan penjaga istana dengan atraksi sedemikian rupa, sayangnya, hal tersebut tidak dilakukan di hari itu. Alhasil, sekitar 3/4 jam, kami duduk-duduk manis di tangga Victoria Memorial, sebuah monumen yang dibangun diujung jalan The Mall untuk menghormati Ratu Victoria. Oh ya, bagi yang belum tahu The Mall, The Mall disini bukan pusat perbelanjaan, melainkan salah satu jalan paling terkenal yang membentang dari Victoria Memorial (depan Buckingham Palace) ke ujung barat Trafalgar Square. Jalan ini sering dipakai untuk beberapa kegiatan upacara, bahkan menjadi latar tempat pengambilan film Johnny English Reborn. Ada yang ingat adegan film ini?

Rowan Atkinson sebagai seorang agen MI6 sedang mengendarai kursi roda saat dikejar oleh sejumlah polisi
©lahakukudupiye
Victoria Memorial Monument
Guru pemandu mulai bergerak, memberikan signal bahwa kami harus bersiap untuk mengekor. Jalan The Mall pun kami telusuri, berjalan ke arah Alun-Alun Trafalgar. Di tengah jalan, tepatnya di sisi selatan The Mall, terdapat sebuah ruang terbuka hijau, Taman St. James. Taman ini dibangun pada tahun 1603 atas perintah Raja James I diatas sebidang tanah yang dibeli oleh raja pendahulu, Raja Henry ke-8, pada tahun 1532 sebagai tempat tinggal untuk beberapa macam hewan eksotis milik kerajaan. Taman dengan luas 23 hektar ini, kini dikelola oleh The Royal Parks. 
©lahakukudupiye
Sebuah danau kecil yang berada di tengah taman (menghadap ke barat).

Di taman ini pula, tupai-tupai berlarian bebas, begitupun dengan angsa-angsa gendut nan menggemaskan. Salah seorang temanku bersuara kecil, "Besok pagi, jogging disini ah!". 


©lahakukudupiye
Sisi timur, di kejauhan terlihat London's Eye. 
TRAFALGAR SQUARE. 
Dari St. James Park, dibutuhkan sekitar 500-600 meter saja menuju alun-alun paling terkenal di kota London. Memasuki Trafalgar Square, kami disambut dengan sebuah monumen 52m dan diujungnya terdapat sebuah patung Laksamana Madya Horatio Nelson.  Nelson merupakan komandan angkatan laut yang memimpin jajaran pasukan Inggris dalam pertempuran Trafalgar tahun 1805 melawan pasukan Napoleon Bonaparte. Meski gugur dalam pertempuran, Nelson berhasil membawa Inggris memenangkan pertempuran tersebut. Dan dari pertempuran inilah, alun-alun yang sebelumnya bernama King William the Fourth, dirubah menjadi Trafalgar. 


©lahakukudupiye
Landscape Trafalgar Square.
©lahakukudupiye
Nelson's Column
Di belakang alun-alun ini, terdapat sebuah museum seni, The National Gallery, yang menyimpan koleksi-koleksi seni mulai dari karya JMW Turner, Hans Holbein hingga Vincent Van Gogh. Bahkan, salah satu karya Leonardo da Vinci yang paling terkenal, selain Monalisa, juga dipamerkan pada aula nomor 66; The Virgin of The Rocks. Tapi.. "Lukisan itu kan bukannya dipajang di Museum Louvre?". Nah, inilah kehebatan Leonardo Da Vinci yang telah membuat 2 lukisan dengan object yang sama dan hasil yang identikal satu sama lain. Satu karya dipajang di Louvre, dan satunya disini. 
Sumber dari google
Kiri: Versi Louvre | Kanan: Versi The National Gallery
Berbicara tentang arsitektur bangunan The National Gallery, gedung ini dirancang oleh William Wilkins pada tahun 1832 hingga 1838 dengan tema Pantheon. Sejak tahun itu, tampak depan gedung tersebut tidak pernah berubah satu pun. Kini, gedung tersebut menjadi rumah bagi 2300 koleksi seni. Di depan gedung tersebut, terdapat tangga yang menyambungkan pintu lobby utama dengan Trafalgar Square.
©lahakukudupiye
Tampak National Gallery dari Trafalgar Square. 

©lahakukudupiye


©lahakukudupiye
Three musketeers duduk di tangga National Gallery.
Setelah 1 jam berada di dalam National Gallery, kami berjalan kaki ke sebuah pub yang tidak jauh dari situ, tepatnya di jalan Northumberland nomor 10. Pub ini bukan pub biasa, melainkan sebuah pub yang didesain dengan tema Sherlock Holmes. Terlalu dini bagi kami untuk makan siang, salah satu guru pendamping bertanya dengan sopan kepada salah satu pegawai apabila kami diizinkan untuk melihat ke dalamnya, dan ternyata diperbolehkan. Sebuah ruangan kecil dilantai dua memiliki dekorasi layaknya rumah Sherlock Holmes seperti yang ada di beberapa film-nya. Buku-buku scientific, sofa tua, hingga pipa rokok menjadi ornamen-ornamen yang menghiasi ruangan. 

©lahakukudupiye

©lahakukudupiye

©lahakukudupiye


Kami kemudian menyusuri jalan Whitehall ke arah selatan. Melewati beberapa gedung-gedung penting seperti Horse Guards Parade hingga 10 Downing Street, yang merupakan rumah dinas sekaligus kantor Perdana Menteri Inggris. Saat kami melewati gedung tersebut, terdapat sejumlah orang yang sedang melakukan aksi unjuk rasa terhadap PM Theresa May. Sejumlah polisi bersiaga, meskipun demonstrasi terpantau aman, rapih dan lancar. 

©lahakukudupiye
Kami akhirnya tiba diujung jalan, tepatnya pada Parliament Square Garden. Sebidang tanah rerumputan yang diapit oleh Churchill War Museum, Imperial War Museum, Gedung Mahkamah Agung, Gereja St. Margaret yang berdempetan dengan gereja gothik Westminster Abbey, dan Gedung Parlemen Westminster. 
©lahakukudupiye
Patung Winston Churchill di depan Churchill War Rooms
©lahakukudupiye
Palace of Westminster 
Seminggu sebelum ketibaan kami di Inggris, tepatnya pada 22 Maret 2017, seorang laki-laki yang tidak bertanggung jawab menabrakkan sebuah mobil hyundai ke pejalan kaki di Jembatan Westminster. Akibatnya, 4 orang meninggal dan sedikitnya 40 orang mengalami luka-luka. Orang-orang yang turut berbelasungkawa terhadap korban dari kejadian ini, membawa seikat bunga dan menaruhnya di salah satu sudut Parliament Square Garden. 


©lahakukudupiye

Banyak yang mengira bahwa nama dari sebuah menara jam simbol kota London ini adalah Big Ben, ternyata itu hanyalah sebuah nickname yang hingga kini masih belum jelas asal usulnya. Terdapat perdebatan dimana kata Big Ben diambil atas nama Sir Benjamin Hall yang mengawasi proses pembangunan menara jam ini, atau justru dari Benjamin Caunt yang merupakan seorang juara tinju kelas berat. Namun, terlepas dari itu, nama asli menara ini tidak se-'ear-catching'  yang kita duga. Great Bell atau bahkan ada pula yang menyebut 'clock tower' merupakan bagian dari desain gedung baru parlemen. Pada tahun 2012, menara ini resmi berganti nama menjadi Elizabeth Tower dalam rangka memperingati 60 tahun setelah Ratu Elizabeth II naik takhta. Yaa.. tetap saja, kemanapun kita pergi, orang akan lebih tahu sebutan "BIG BEN". 
Dari daerah Westminster, menyeberangi Westminster Bridge menuju West Bank pinggiran sungai River Thames. Di zona ini, berjajar 3 landmark ternama: Merlin Entertainment Building, London's Eye dan Jubilee Garden. Kami diberikan waktu bebas selama 2,5 jam di zona ini. Waktu tersebut tidak cukup bagiku untuk mencoba wahana London's Eye yang sudah berusia 17 tahun ini. Alhasil, aku membeli seporsi chicken-katsu rice set dari sebuah warung makan fast food kaki lima di Queen's Walk, dan menghabiskan sisa waktu browsing internet di Starbucks terdekat. Awalnya sendirian, namun beberapa teman kelas menyusulku. Andrea Marras, Alessandra Lotta, Marta Caddeo, Roberto Benini, Gianluca Olla, Samuele Camedda dan Francesco Carta meminta bantuanku untuk memesan minuman di starbucks. Mayoritas dari mereka tidak bisa berbahasa Inggris dan belum pernah ke Starbucks (maklum saja, kopi Italia jauh lebih enak daripada starbucks dan hal inilah yang menjadikan Starbucks sulit dibuka di Italia). 
©lahakukudupiye

©lahakukudupiye
Jam 16.30, kami berkumpul di meeting point dan berjalan menyeberangi jembatan Westminster kembali untuk menuju stasiun metro. Dari stasiun ini, kami mengambil metro menuju London's Bridge Station. 
©lahakukudupiye
Setibanya di London's Bridge Station, terletak di sebelah timur kota London, kami singgah di gedung pencakar langit tertinggi di Eropa karya seorang arsitek Italia, Renzo Piano. Gedung kaca dengan tinggi hampir 310 meter ini menjadi gedung perkantoran sekaligus menawarkan objek wisata observatory deck di ketinggian 245 meter dari permukaan bumi.
©lahakukudupiye
Karena waktu yang terbatas, kami tidak naik ke observatory deck tersebut. Perjalanan dilanjutkan menuju salah satu pinggiran sungai Thames, melewati Pasar Borough dibawah sebuah jembatan. Pasar ini menjajakan pilihan makanan dari beragam tempat di dunia dengan harga yang murah. Ya, simplenya adalah: International streetfood center.
©lahakukudupiye

©lahakukudupiye
Rencana awal kami adalah mengunjungi Tower of London dan Tower Bridge, namun rencana ini batal karena beberapa alasan, salah satunya adalah sebagian teman-teman yang kelelahan. :( Alhasil, kami berjalan di pinggiran sungai Thames melewati Shakespeare's Globe dan Tate Modern. Kami menyeberang sungai melewati jembatan Millenium yang menjadi terkenal setelah masuk dalam film Harry Potter ke-6. Jembatan Millenium ini dikhususkan kepada pejalan kaki yang berujung pada St. Paul's Cathedral. 
©lahakukudupiye
Millenium Bridge dan kubah Katedral St. Paul
©lahakukudupiye
 St. Paul Cathedral merupakan katedral terbesal kedua di Eropa setelah St. Peter di Vatican City. Kristen di Roma dan di Inggris sama-sama berangkat dari sumber yang sama, namun berdasarkan cerita dari salah satu guru pendamping, Kristen di Inggris tidak mengakui kedudukan Paus sebagai pemimpin umat kristen. Atas perbedaan itu, raja Inggris yang berkuasa kala itu memerintahkan pembangunan terhadap katedral St. Paul dan didesain semirip mungkin dengan yang ada di Vatican City. Sayangnya, peraturan yang ada adalah larangan terhadap pengambil gambar di dalam katedral tersebut.

Dari St. Paul, kami mengambil metro menuju daerah Oxford Street. Kami tiba pukul 18.30. Guru pendamping membawa kami menyusuri Regent Street dan masuk ke Carnaby Street. Jalan Carnaby yang diramaikan oleh toko-toko perbelanjaan dan pub ini dikhususkan hanya untuk pejalan kaki.
Diujung jalan, akhirnya kami tiba di Piccadilly Circus pukul 19.00, sedangkan appointment makan malam di restoran yang sama pada jam 21.00. Setelah diskusi antar guru pendamping, kami diberikan waktu 1 jam 15 menit untuk berkeliling di daerah tersebut. Waktu bebas ini kugunakan untuk menguasai wilayah Regent Street hingga Oxford Street. 2 jalan ini diapit oleh deretan gedung-gedung klasik tinggi yang lantai dasarnya digunakan sebagai pusat perbelanjaan. Timberland, Ted Baker hingga Prada membuka outletnya disini. Tepat di persimpangan Oxford Circus, terdapat "Nike Town" 3 lantai dan H&M 4 lantai yang saling bersebarangan.

1 jam telah berlalu, kami pun berkumpul di meeting point dan berjalan kaki bersama menuju restoran. Setelah santap malam, kami langsung balik ke hotel untuk mengisi ulang energi sebelum hari berikutnya tiba.
©lahakukudupiye
Pintu masuk Carnaby Street

©lahakukudupiye
Carnaby Street

©lahakukudupiye


Comments

Popular Post