Terima Kasih

8 Juli dan 9 Juli merupakan 2 hari yang bisa jadi amat berat sejauh ini. Air mata akhirnya tidak bisa kutahan jatuh dari kantong mata, berat rasanya mengucapkan salam perpisahan ke papa, mamma, dan 3 host brotherku yang telah membuka rumahnya lebar-lebar untukku selama 10 bulan terakhir. 8 Juli 2017 di Bandara Elmas Cagliari, hadir pula kedua host parents ku dari exchange week di Cagliari. Aku merasakan kedekatan yang amat dekat dengan semua keluarga yang aku miliki di exchange yearku ini. 

Aku merupakan salah satu dari 19 anak yang akan menggunakan Alitalia AZ1584 dari Cagliari Elmas ke Roma yang telat datang. Sebagian besar dari mereka sudah duduk manis menunggu waktu boarding di ruang tunggu. Aku tiba di bandara cukup telat, diakibatkan ada tamu yang hadir di rumah untuk mengucapkan salam perpisahan. 

Rencana kami sebelumnya adalah untuk mulai jalan dari rumah jam 11, namun terealisasi jam 11.45. Selama perjalanan dari rumah ke bandara, sekitar 30 menit, aku hampir terdiam seribu bahasa. Aku menjadi blank dan kehabisan bahan pembicaraan. Di dalam mobil ada kedua orang tuaku, aku dan kedua host brotherku. Kesunyian hanya dipecahkan oleh 2 host brother yang berbincang-bincang. 

Pikiranku melayang jauh, mengingat hari pertama, kedua dan seterusnya sebanyak 303 hari. Hari dimana aku belum mampu berbahasa Italia cukup lancar, hari dimana aku merasakan perbedaan budaya / culture shock yang cukup keras, hari dimana aku merasa benar-benar sendiri. Kesulitan-kesulitan itu, baru kusadari bahwa telah berhasil kulalui. Rintangan-rintangan yang ada membentuk suatu karakter baru pada diriku, dimana aku memiliki kuasa untuk menentukannya. Aku tahu karakterku seperti apa, karakter apa yang aku butuhkan, karakter apa yang sebaiknya kujauhi, dan bagaimana melakukannya. 

Dari dulu, slogan yang sering kudengar dari sebuah program pertukaran pelajar, khususnya AFS Bina Antarbudaya, adalah "mengubah hidup kamu selama setahun", dan lain sebagainya. Saya tentu percaya bahwa banyak sekali hal yang bisa didapatkan pada pengalaman ini, tentunya juga akan menambah wawasan dan membentuk karakter setiap peserta. Namun, 'perubahan' tersebut persisnya tidak kuketahui. Akhirnya, dulu memang tidak menaruh perhatian yang banyak pada program ini. 

Suatu waktu, bundaku membawa topik program pertukaran pelajar ini ke dalam diskusi keluarga yang biasa kita lakukan saat makan malam di meja makan. Aku, Azka dan ayah ku sama-sama langsung menolak. Aku pribadi ketika itu merasa belum siap untuk meninggalkan keluargaku serta zona nyamanku selama 10 bulan. Tentu rasa takut pasti ada. Ayahku pun pada awalnya begitu, menjawab dingin bundaku. 

Namun bundaku tidak menyerah begitu saja. Bundaku berkomunikasi dengan ketua yayasan sekolahku untuk melobi agar aku ikut pada program tersebut. Bunda menyuruhku membeli pin pendaftaran online pada kantor Bina Antarbudaya chapter Mataram, namun tidak pernah juga aku memiliki niat melangkahkan kaki untuk membeli pin tersebut. Akhirnya ketua yayasan sekolah suatu sore memanggilku ke ruangannya, memberikanku selembar kertas pin pendaftaran dan memintaku untuk mengisi formulir online yang ada. 

Mendapatkan pin gratis tersebut tidak serta merta membuatku mengisi formulir tersebut. Rasa malas juga masih ada, hingga akhirnya pada 2015, ketika kami mendapatkan kesempatan untuk berkeliling Eropa pada sebuah tour pariwisata, aku pun jatuh cinta pada pesona Austria dan tiba-tiba langsung memiliki semangat untuk berjuang pada seleksi AFS. Dalam 2 hari terakhir sebelum penutupan masa pendaftaran, aku langsung merampungkan dan mensubmit formulir tersebut. 

Seleksi demi seleksi telah kulalui. "Lulus" sudah muncul beberapa kali. Hingga akhirnya pada bulan Februari 2016, aku mendapatkan email dari AFS yang menyatakan bahwa aku diterima untuk mengikuti program pertukaran pelajar tersebut. 

Rasa takut, khawatir, dan ragu masih membayangiku hingga detik-detik sebelum berangkat dari Jakarta, tepat 303 hari yang lalu. Namun, bundaku meyakinkanku untuk berangkat. Bunda tiba-tiba mengatakan bahwa sebenarnya, sekitar 30 tahun yang lalu, ia juga memiliki keinginan yang sama untuk mengikuti program ini, namun sayangnya ada hal tertentu yang membuatnya harus mengurungkan niat. 

Didikan bundaku untuk menjadi pribadi yang lebih baik, sopan santun dan tata krama memiliki andil hingga akhirnya aku lulus seleksi tahap 2: seleksi. Sementara didikan ayahku untuk menjadi seorang individu yang tegas, memiliki inisiatif dan berkomitmen tinggi untuk menyelesaikan suatu tugas yang sudah dimulai, turut membantu hingga akhirnya aku lulus seleksi tahap 3 tentang dinamika kelompok. Paduan dari didikan keduanya, membuatku akhirnya bisa melewati rintangan sesungguhnya di Italia. 

Terima kasih ayah, terima kasih bunda. Terima kasih atas semua didikan, ketegasan, dan dukungan yang telah engkau limpahkan kepadaku. Kini, aku sendiri yang mendapatkan kesempatan untuk mengalami program pertukaran ini. Dan aku sendiri tahu betul apa yang telah kupelajari, dan memang sulit untuk menjelaskan apa yang telah kualami. 

Beberapa kerabat di Italia menilai bahwa aku bukan dari Asia. Stereotype orang Asia yang sedikit pendiam, serius, dsb. tidak melekat pada diriku. Berada di dalam suatu lingkungan tidak selamanya mengharuskanku untuk ikut pada lingkungan tersebut. Hal inilah yang diajarkan oleh bunda dan ayah. Kadang, kita harus pintar, cerdik dan cerdas untuk mengambil hal-hal positif yang ada, yang baik untuk memperkaya diri kita sendiri. 

Maafkan jika anakmu ini masih belum bisa memuaskan ekspektasi ayah bunda pada beberapa bidang. Tapi aku tidak akan hentinya untuk berusaha membahagiakan ayah dan bunda. 

Post ini adalah post ke 50 selama perjalanan 303 hari ku di luar negeri. Post ini juga akan menjadi post terakhir pada blog ku ini, tentang perjalananku. Dan post ini, kudedikasikan untuk Ayah dan bundaku. 

Terima kasih,
Ayah dan bunda. 

Qatar Airways
41000 kaki diatas ketinggian laut.
Senin, 10 Juli 2017.

Comments

Popular Post