Terlantar di Doha

Kami merupakan kloter ke 9 yang berangkat ke bandara Roma Fiumicino dari Hotel Centro Giovani XXIII. Setelah makan siang, kami memiliki waktu 30 menit untuk mengepak koper serta barang bawaan lainnya, sebelum bus tiba pukul 13.30 untuk mengangkut kami. 

Bus ini tidak hanya mengangkut Tim Seruduk Italy saja, tetapi juga grup anak Islandia. Setibanya di Terminal 3 Bandara Roma Fiumicino, seorang volunteer Intercultura dari Chapter Bologna, Vicenzo, mendampingi kami menuju counter check-in. Kami telah melakukan check-in online, dan kini hanya perlu melaporkan bagasi saja. 

14 anak Srudits mengular di barisan antrian, deg-degan karena kami tahu bahwa barang bawaan kami ada yang overweight. Sebelum berangkat, kami telah bekerja sama untuk saling nitipin barang, membuat agar tiap koper memiliki berat yang tidak melebihi ketentuan yang diberikan. 

Perusahaan penerbangan kami ini adalah Qatar Airways, dan memberikan baggage allowance sebesar 30kg. Aku, Chandra dan Cila yang tinggal di pulau-pulau Italia berangkat dari kota masing-masing ke Roma menggunakan penerbangan domestik, yang berarti kapasitas bagasi kami lebih kecil 7kg daripada anak-anak lain. Dan kami semua menggunakan '21kg' slot yang kosong untuk teman-teman lain. 

Aku adalah orang pertama dari Srudits yang maju ke counter check-in. Jantung terus berdetak, keringat sedikit mengucur, tegang dan juga letih karena berjalan cukup panjang untuk menemui counter bagian Qatar Airways. Petugas check-in mengecheck paspor dan menjalankan tugas administratifnya di depan layar komputer. Lalu, ia memintaku untuk mengangkat koper besar untuk ditimbang. 

Koperku yang sudah dijejali beberapa hal lain di Roma memiliki berat 28.8kg. "Aman", kataku dalam hati. Sticker bagasipun sudah dipasang oleh petugas tersebut, boarding pass tercetak check through Jakarta. Namun tiba-tiba, "Could you please put your cabin baggage on the scale, please?"

Waduh. 

Kutaruh koper kecilku di atas timbangan, dan beratnya sampai ke 10kg, lebih 3kg dari ketentuan berat bagasi kabin. Kulihat kepala petugas check-in yang menggeleng-geleng, kemudian ia memintaku untuk menimbang tas ransel ku juga. 

Tas ranselku, yang berisi laptop, dan beberapa barang elektronik lainnya, mencapai 6kg. Kali ini petugas menyuruhku untuk mengembalikan boarding pass, memintaku untuk mengeluarkan sejumlah barang dari tas ransel atau koper, dan melakukan check-in ulang. 

Akhirnya, aku pun keluar dari counter check-in, menuju satu sudut yang sepi untuk mengepak ulang barang. Ternyata, satu per satu anggota Srudits datang ke tempatku dan melakukan hal yang sama. Yang paling parah adalah Acha dan Aren yang bagasinya sampai ke angka 40kg. Setiap 1kg yang lebih akan dikenai charge sebesar 40 USD, artinya mereka berdua terancam harus membayar sampai 400 USD. 

Aku yang sudah beres mengurusi barangku kemudian berjalan dan mengantre untuk check-in kembali. Saat itu pukul 14.30. 15 menit kemudian, proses check-in ku selesai. Aku kembali ke tempat mereka berkumpul, melihat kondisi Acha, Aren dan teman-teman yang lain. 

Aren berhasil memangkas 10kg sedangkan Acha hanya 5. Aku tertawa geli ketika menengok ke tong sampah dekat situ, di dalamnya, ada lebih dari 5 botol shampoo, dan lain-lain, parfum body shop, sandal jepit, makanan, hingga talenan. Bisa dikatakan, 3 tong sampah yang ada disitu, penuh akan barang-barang kita. Sementara Acha, masih bernegosiasi dengan petugas check-in. Dengan muka yang memelas, dan jurus-jurus melobi, akhirnya petugas check-in menggratiskan kelebihan berat bagasi. 

Proses check-in yang diramaikan dengan drama overweight bagasi ini menghabiskan waktu hingga 1,5 jam. Kami sangat amat telat. Kami mulai berjalan menuju imigrasi jam 15.30 sementara proses boarding mulai pukul 16.10. Dibayangkan, terminal 3 Fiumicino yang cukup luas, belum lagi kami harus menggunakan skytrain untuk menuju gate. 

Setibanya di gate, proses boarding dimulai. QR132 akan menerbangkan kami dalam perjalanan kurang lebih 6 jam menuju Doha. 

Kami tiba di dalam terminal Bandara Doha Hamad tepat pukul 00.00. Disambut oleh 2 orang petugas Qatar Airways yang memegang kertas tulisan QR956 JAKARTA. Perasaanku enggak enak nih. 

Sesuai tiket, kami dijadwalkan untuk melanjutkan penerbangan dengan Qatar Airways QR956 ke Jakarta yang berangkat jam 02.20 dan tiba di Jakarta jam 15.15. Dari Doha, kami seharusnya satu pesawat dengan Rani dan Bela dari Jerman. Namun, 2 petugas tersebut mengabarkan kabar yang berbeda, bahwa pesawat QR956 tersebut overbooked dan hanya tersisa 3 slot. Artinya 11 penumpang atau 11 dari kami harus dipindahkan ke flight selanjutnya.

Kami menelpon Jakarta terlebih dahulu untuk memberitahukan informasi ini itu dan sebagainya. Tidak ada dari kami yang ingin pulang duluan dan ingin tetap bersama. Akhirnya kami semua dipindahkan pada flight QR954 pukul 09.00 pagi.

Sebagai kompensasi, Qatar Airways kemudian memberikan kami penginapan di hotel Centro Capital Doha, voucher makan di hotel senilai 100 Qatar Riyals, voucher sarapan di Restoran Marche Bandara Doha Hamad, shuttle airport-hotel pulang pergi dan voucher yang harus ditukarkan di Qatar Airways office Jakarta demi 250 USD. Kami menerimanya dengan senang hati.

Kami akhirnya check-in di hotel jam 3 dini hari, sementara check-out hanya berselang 3 jam. Sebenarnya kami ditawarkan apabila ingin tetap di bandara saja, namun banyak dari kami ingin ke hotel saja dengan bermacam-macam alasan. Ada yang alasannya ingin dapet free transit visa dan stempel imigrasi Qatar, ada yang ingin melihat kota Doha, ada yang ingin keramas rambut, dan aku pribadi memejamkan mata sejam-an saja sudah cukup.

Jam 6 pagi, shuttle bus kemudian menjemput kami kembali. Perjalanan dari hotel ke bandara hanya memakan waktu kurang lebih 30 menit, Suhu udara di Doha mencapai 40 derajat celsius dengan kelembaban sangat tinggi. Panas sekali.

Kami memiliki waktu bebas 2 jam di Bandara sebelum boarding melalui pintu D21.

Yaa.. momen kepulangan ini tidak bisa dilupakan, ditambah lagi dengan drama-drama overweight hingga overbooked. Hahahaha. 

Comments

Popular Post