Duta Bangsa dan Agama

Setelah hampir 9 bulan berada di negara orang, musim-musim 'rindu' akan kampung halaman telah berganti menjadi musim 'sedih' untuk meninggalkan rumah baru. Yaa, kurang lebih seperti itu. Untuk mengapresiasi seluruh orang tua asuh yang membuka rumahnya bagi orang baru tahun ini, AFS se-pulau Sardegna mengadakan sebuah acara gathering pada hari Sabtu, 27 Mei 2017. 

Acara yang diselenggarakan oleh centro locale (chapter/AFS Cabang) Oristano ini diadakan di sebuah 'villa' sewaan di pusat kota Oristano. Secara geografis, Oristano berada di tengah-tengah pulau, memudahkan tamu undangan yang datang dari selatan maupun utara. Sedikitnya 100-an orang hadir, terdiri dari kami anak-anak pertukaran pelajar, hosting coordinator di tiap chapter, orang tua / keluarga asuh, dan juga relawan lainnya. Meski tidak semua dapat hadir di acara tsb. 

Pukul 16.30, para tamu undangan mulai memadati lokasi acara. Aku pun berjumpa dengan beberapa teman-teman dari chapter lain, seperti Lanusei-Tortoli, Sassari, Guspini, Cagliari, dan Nuoro yang sudah lama tidak saling berjumpa. Perjumpaan terakhir kami adalah bulan Februari, ketika kami bertemu dalam mid-year orientation

Tak lama setelah hampir semua hadir, kami semua diarahkan memasuki sebuah aula. Para orang tua duduk berbaur dengan orang tua dan relawan lainnya di barisan kursi depan, sedangkan kami anak-anak berkumpul di barisan belakang. 

Ketua Chapter Oristano membuka acara dengan memberikan kata sambutan, dilanjutkan dengan memanggil hosting coordinator tiap-tiap chapter dimana kemudian dilakukan penyerahan sertifikat penghargaan kepada keluarga asuh. Prosesi ini berlangsung sekitar 1,5 hingga 2 jam, sebelum akhirnya waktu bebas. 

Jam 18.30 merupakan jam nanggung. Langit masih terang benderang, belum waktunya makan malam. Relawan mengeluarkan sejumlah snack ringan untuk camilan, sementara ada sebuah grup remaja yang mempersembahkan tarian hip hop sebagai sarana hiburan. Yaa, setelah itu, hingga makan malam berlangsung, kami hanya berbincang satu dengan yang lain. Orang tua dan saudara asuh-ku sudah pulang terlebih dahulu, sementara aku akan pulang dengan seorang relawan dari chapterku. 

Salah satu bincang-bincang yang aku lakukan adalah dengan seorang teman Jepang dari chapter Guspini. Uniknya, Nagomi, begitu panggilannya, tinggal di kota yang sebenarnya tidak jauh dari kota tempat tinggalku. Bahkan, ada bus yang menghubungkan 2 kota ini langsung dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Namun, kami jarang berhubungan satu sama lain dan sedikit susah baginya untuk berkunjung ke kota lain. 

By the way, Nagomi menyapaku, menanyakan kabarku, begitupun sebaliknya. Omong punya omong, Nagomi memberitahukanku bahwa tahun depan akan ada anak Indonesia yang akan di-host di chapter Guspini. Aku pun merespon bahwa aku sudah mendengar hal tersebut dari salah seorang teman di Indonesia. Kemudian, Nagomi menambahkan, sepengakuannya, relawan di Chapter Guspini telah memutuskan untuk meng-host anak Indonesia setelah mendengarkan sebuah speech yang aku sampaikan pada kesempatan sebelumnya. 

Aku sendiri tidak ingat 'kesempatan' yang dimaksud itu kapan, dan apa yang telah aku lakukan. Tanpa ada niat menyombongkan diri, aku pun hanya mengiyakan sembari bersyukur. Bersyukur jikalau memang karena 'aku', mereka memutuskan untuk memberikan kuota kepada AFS Indonesia, dengan begitu salah satu impianku sebelum berangkat untuk menjadi 'duta bangsa', paling tidak sudah bisa dicentang dalam list tersebut. 

Sebagai wujud keramah-tamahan, aku pun bertanya ke Nagomi apakah relawan dari chapternya masih ada di lokasi acara tersebut, dan ternyata mereka sedang duduk di salah satu sudut veranda. Aku pun, didampingi Nagomi, memperkenalkan diri secara langsung dan berbincang-bincang sejenak. Pembicaraan ditutup dengan undangan yang dilayangkan padaku untuk suatu hari bermain ke Chapter Guspini dan akan diperkenalkan kepada keluarga yang akan meng-host anak Indonesia tahun depan. 

Yaa.. Ketika aku melangkahkan kaki ke pintu pesawat, aku telah menanamkan misi-misi yang harus kupenuhi. Selain memperkaya diri sendiri, aku berjanji pada diri sendiri untuk menjadi duta dari keluargaku, duta dari bangsaku, dan duta dari agamaku. Dan Alhamdulillah, misi-misi ini perlahan-lahan mulai dicapai, meski tidak akan berakhir. 

Lalu, duta untuk agama? 

Selain melakukan shalat 5 waktu, aku mulai melakukan rutinitas yang biasa dilakukan di bulan suci Ramadhan. Shalawat tarawih, dan terutama puasa kulakukan di negeri orang. Banyak yang mengkhawatirkanku sebab puasa di Italia, khususnya di tempatku, memiliki durasi lebih lama dibandingkan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena durasi siang lebih panjang dibandingkan malam. 

Aku bangun sahur pukul 3.20 pagi dan berbuka pada pukul 20.50 malam. Ya, ditotal sekitar 17 jam. Ditambah lagi, di Sardegna, suhu pada siang hari sudah mencapai 30 hingga 33 derajat Celsius dan cukup kering, alias dry summer. Dehidrasi adalah hal yang amat dikhawatirkan. Mengakali hal ini, sepulang sekolah, aku pun beristirahat di kamar hingga jam 6 sore, dimana panas terik matahari tidak separah sebelumnya. 

Banyak yang kemudian ingin tahu tentang Ramadan, keunggulannya, alasan kenapa dilakukan hal ini, dan lain sebagainya. Disinilah, aku dengan senang hati, berbagi sedikit yang kuketahui tentang Ramadan. Dan, pertanyaan yang paling sering ditanyakan adalah, "Apa bisa aku melakukan Ramadan?". Jawabnku pun selalu sama, "Alhamdulillah, setelah bertahun-bertahun melakukannya, aku masih hidup dan berdiri di depan kamu". Hehehehe.. 

Yaa, aku merindukan acara-acara kultum menjelang buka puasa, jalanan yang dipenuhi pedagang takjil, tadarusan setelah tarawih, hingga kebersamaan berbuka dan sahur dengan keluarga sembari menonton sinetron Para Pencari Tuhan ataupun Ini Sahur. Begitulah.. 

Comments

Popular Post