Eid Al-Fitr

Gak kerasa 29 hari bulan Ramadhan sudah berlalu. Dan inilah Ramadhan + Idul Fitri pertama ku jauh dari keluarga, jauh dari Indonesia, jauh dari rumah. 

Puasa di Sardinia berdurasi lebih lama dibandingkan di Indonesia, sahur jam setengah 3 pagi dan buka jam 9 malam. Kalau ditanya apa saja yang aku rindukan, ada sederet hal-hal yang pastinya masuk dalam daftar tersebut. 

Rindu akan warna-warni jajanan pedagang kaki lima yang meramaikan pinggiran jalan Majapahit depan Kantor Dinas PU NTB. 
Rindu berburu gorengan, yang sudah jelas kurang baik, tapi kelezatannya tiada banding. 
Rindu dengan lagu religi yang diputar di dalam supermarket Hiro dan pusat perbelanjaan lainnya. 
Rindu ayah yang ngetok kamarku jam 4.15 pagi untuk sahur. 
Rindu dengan momen ketika disuruh ayah membangunkan bunda dan adik, hingga 2x. 
Rindu ke masjid dengan ayah, dan pas pulang sajadah kecil merah muda miliknya digulung dan dipukulkan ke pantatku sambil tertawa lepas. 
Rindu dengan momen saat menunggu detik-detik buka bersama. 

Dan pastinya menjelang Idul Fitri, rindu akan suara takbir yang menggema dari speaker masjid An-Nur, Banteng, Jogjakarta. Rindu dengan ratusan orang berputih-putih, melangkahkan kakinya ke lapangan umum untuk shalat Ied bersama. Rindu dengan kelezatan ketupat, opor, rendang, buncis, dan sambel remplo ati resep turun temurun. 

Yaaa.. rindu juga sama amplop angpao yang bertebe-tebe

Hahahaha..
Minggu, 25 Juni 2017, jam 8.30. Shalat Ied dilaksanakan di sebuah pusat perkumpulan muslim di Cagliari, Sardinia. Bukan mesjid, bukan lapangan terbuka. Tidak ada masjid di Sardinia, dan mencari perkumpulan muslim di sosial media juga amat terbatas. 

Hanyalah sebuah rumah kecil, tempat tinggal pengurus 'surau'. Pagi hari itu, ratusan orang didominasi umat muslim dari Afrika, beberapa dari daerah Bangladesh dan sekitarnya, beberapa orang dari Maroko, dan beberapa kulit putih memadati gang kecil di depan rumah tersebut, Via Del Collegio. Imam memimpin shalat tersebut, dan setelah itu khatib naik ke mimbar untuk berkhotbah dengan bahasa pengantar Arab. 

Setelah doa bersama dilakukan diakhir khotbah, orang-orang mulai membubarkan diri dengan tertib. Dan gang tersebut dipakai lagi untuk aktifitas sehari-hari. 


Comments

Popular Post