Essere Grati

Venerdi, 30 Settembre 2016.
Sore ini, di ruangan kecil berukuran 3x4 meter, seperti Jumat-Jumat sebelumnya, gua duduk di sebuah meja persegi berhadapan dengan guru bahasa Italia. Bagi yang belum tahu, Intercultura Italy/AFS Global memberikan sebuah pembekalan kepada para Exchange Student berupa kursus bahasa Italy dalam 30 hari pertama. Di chapter gua, Terralba, kursus dilakukan setiap hari Senin dan Jumat pukul 16.15-18.15 di Kantor Intercultura Terralba.
Singkat cerita, di tengah-tengah berlangsungnya proses ajar-mengajar, salah satu teman gua mengeluarkan uneg-unegnya bahwa ia telah meminta untuk pindah host family. Hal ini kemudian menjadi pertanyaan oleh sangprofesoressa (guru kami).
Paulina, sebutan teman gua, mengungkapkan bahwa ‘semua hal’ yang ia telah alami selama di Italy, jauh dari ekspektasinya. Ia memilih Italy untuk mengunjungi tempat-tempat wow, indah, fantastic, dll. seperti museum, kemudian arsitektur ala ala Italy, dsb. Permasalahannya adalah, dia merasa dibohongi oleh pihak AFS di negaranya, dan merasa rugi, stress, dsb sebab, seperti gua pernah gambarkan sebelumnya, bahwa tempat gua ini terpencil dan amat-amat kecil.
Gua gak mau ngomongin dia lebih banyak, bagaimanapun.. ‘dia’ adalah ‘dia’, dan gua gak tau keinginannya dia apa. Gua juga gak mau menjudge dia seperti apa. Gua pingin cerita salah satu yang berkaitan.
So, bila kalian belum tahu, gua merupakan ‘anak pulau’ dari Indonesia. Gua tinggal di Lombok, yang jauh dari gemerlap mall-mall gede, pusat perbelanjaan, dan sebagainya. Tentu, apply ke luar negeri ini, gua berharap dapat Roma, Milan, Paris.. yang paling enggak, setiap gua ngepost foto, muka gua terpampang dengan sudut-sudut kota yang terkenal, dan menjadi trending topic google.
Sekitar bulan Maret 2016, gua dapat email yang mengumumkan bahwa gua lulus dari AFS, mendapatkan penempatan di Italy, dan kemudian berkas host family gua. Salah satu hal yang gua tunggu adalah mengetahui kota penempatan gua. Dan ketika tahu bahwa gua dapat di ‘Sardinia’, respon orang tua dan gua sedikit kecewa.
“SARDINIA”. Jauh dari ibukota. Bukan di peninsula. Jauh kemana-mana.
Singkat cerita, sekarang gua udah 26 hari disini, dan gua merasa senang. Menurut gua, ‘student exchange’ bukan ajang liburan, dan memang semestinya gitu. Namanya aja ‘student’. Jadi, jika lu berangan-angan pergi ke Eropa, khususnya Italy untuk jalan-jalan di La Scala, nonton Milan Fashion Week, atau berlayar di Mediterania, ANDA SALAH BESAR.
Itu jalan-jalan hanya bonusnya aja. Tapi ada hal yang lebih besar daripada itu, yang bakal lu dapetin. Keluarga baru, saudara baru, bahasa baru dan teman-teman baru. Orang-orang ini yang bakal menciptakan kehangatan, jika lu bisa fit in dengan baik di lingkungan baru. Dan bagi gua, gak penting ‘ada apa’ di Sardinia, atau di placement lain, yang penting adalah ada keluarga dan orang-orang terdekat yang siap menjamu, melindungi, dan membantu kamu melewati tantangan sebagai seorang exchange student.
Essere Grati, judul di atas, memiliki arti “To Be Grateful”, atau dalam bahasa indonesia, kurang lebih “Untuk Bersyukur”.
Semua manusia, percaya bahwa ada titik awal dan titik akhir. Titik dimana kita dilahirkan, dan titik dimana kita meninggalkan dunia ini. Dan diantara titik awal ke titik akhir, kita sedang melakukan sebuah perjalanan.
Gua lagi belum bisa mikir perumpaan lain, tapi mari kita ibaratkan hidup ini sebagai ‘perjalanan liburan’. Ketika di bandara (contoh saja), kita meninggalkan tempat/rumah kita, untuk memulai ‘perjalanan’ tersebut. Perjalanan ini pergi ke suatu tempat lain, sesuatu tempat yang berbeda, untuk melihat-lihat dan mencoba hal-hal baru. Selama di tempat baru tersebut, apakah apa yang direncanakan selalu sesuai dengan kenyataannya? Jika tidak, apa yang kamu lakukan? Apakah langsung mengakhiri perjalanan tersebut? Atau, bersikap lebih dewasa, mengelola suatu masalah menjadi solusi alternatif (yang bisa jadi lebih baik) dengan merubah rute perjalanan?
Intinya, bahwa tidak selamanya, apa yang kita rencanakan bisa terealisasi dengan benar. Lalu, apa yang harus kita lakukan? Gua pribadi, akan lebih fleksibel. Yups, fleksibel. We need to be able to fit in into several situation, even the unexpected ones. Karena jika kita gak bisa fleksibel dikit, dan terlalu gegabah mengambil keputusan, siapa yang rugi?
Terlalu banyak hal yang bisa dilihat dari perjalanan liburan tersebut, yang bisa kita nikmati sebelum perjalanan berakhir. Sama seperti hidup ini, kita mungkin berasal dari suatu tempat yang kita ‘lupa’ namanya. Hingga kita lahir di dunia ini, dilahirkan untuk mencoba, melihat, dan menikmati hal-hal baru, sebelum kita kembali ke tempat asal.
Pertanyaan gua: kalau memang lu marah akan suatu situasi, siapa yang akan disalahkan?
Saran gua: cobalah untuk tarik nafas sejenak, cobalah berfikir, “kenapa gak gua aja yang coba fit in di situasi baru”.. karena tidak semua situasi/lingkungan akan mengikuti lu.
Dan… Kenapa Tuhan memberi kita 2 telinga dan 1 mulut? Apakah mungkin karena Tuhan ingin kita mendengar lebih banyak, ketimbang terus menggunakan mulut ini untuk mengeluh?

Comments

Popular Post